Mempertahankan Rumah Tangga yang Tidak Sehat dengan Alasan Anak, Psikolog: Itu Tidak Fair
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam kehidupan berumah tangga , perceraian merupakan hal yang sangat tidak diinginkan dan paling dihindari oleh pasangan suami istri.
Selama permasalahan rumah tangga itu masih bisa diselesaikan dan diperbaiki secara baik-baik, perceraian memang sebaiknya dihindari.
Akan tetapi, jika prahara rumah tangga begitu berat dan tidak bisa lagi diperbaiki, perceraian mungkin menjadi jalan terakhir.
Baca juga: BPOM Perintahkan Penarikan 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas Aman
Di sisi lain, faktanya, masih banyak suami atau istri yang memilih mempertahankan rumah tangganya meskipun hubungan rumah tangga tak lagi sehat.
Salah satu faktor yang paling sering dijadikan alasan adalah karena anak. Banyak suami atau istri yang merasa bahwa perceraian bisa mengorbankan anak.
Kendati tidak sepenuhnya salah, alasan ini juga tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, jika rumah tangga tak lagi sehat, apalagi ada unsur kekerasan di dalamnya, hal itu justru dapat berpengaruh besar terhadap mental anak.
Psikolog Amanasa Indonesia, Marsha Tengker menuturkan, alasan mempertahankan bahtera rumah tangga yang sudah sangat toxic demi anak, justru membebani anak.
Menurutnya, tidak seperti kedua orang tua, anak tidak bisa memilih untuk memutuskan. Meskipun mempertahankan rumah tangga adalah keputusan sang ayah atau ibunya, anak justru bisa menjadi korban atas keputusan yang salah tersebut.
Selama permasalahan rumah tangga itu masih bisa diselesaikan dan diperbaiki secara baik-baik, perceraian memang sebaiknya dihindari.
Akan tetapi, jika prahara rumah tangga begitu berat dan tidak bisa lagi diperbaiki, perceraian mungkin menjadi jalan terakhir.
Baca juga: BPOM Perintahkan Penarikan 5 Obat Sirup dengan Etilen Glikol Melebihi Ambang Batas Aman
Di sisi lain, faktanya, masih banyak suami atau istri yang memilih mempertahankan rumah tangganya meskipun hubungan rumah tangga tak lagi sehat.
Salah satu faktor yang paling sering dijadikan alasan adalah karena anak. Banyak suami atau istri yang merasa bahwa perceraian bisa mengorbankan anak.
Kendati tidak sepenuhnya salah, alasan ini juga tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, jika rumah tangga tak lagi sehat, apalagi ada unsur kekerasan di dalamnya, hal itu justru dapat berpengaruh besar terhadap mental anak.
Psikolog Amanasa Indonesia, Marsha Tengker menuturkan, alasan mempertahankan bahtera rumah tangga yang sudah sangat toxic demi anak, justru membebani anak.
Menurutnya, tidak seperti kedua orang tua, anak tidak bisa memilih untuk memutuskan. Meskipun mempertahankan rumah tangga adalah keputusan sang ayah atau ibunya, anak justru bisa menjadi korban atas keputusan yang salah tersebut.